BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN / KOTA
1. kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( GT < 7 ) yang berlayar di di laut :
a. Pelaksanaan pengawasan keselamatan kapal ;
b. Pelaksanaan pengukuran kapal ;
c. Penerbitan Pas Kecil;
d. Pencatatan kapal dalam buku register pas kecil ;
e. Pelaksanaan pemeriksaan konstruksi, permesinan dan kelengkapan kapal;
f. Penerbitan sertifikat keselamatan kapal ;
g. Penerbitan dokumen pengawakan kapal ;
2. penetapan penggunaan tanah lokasi pelabuhan laut ;
3. Pengelolaan pelabuhan lokal lama dan pelabuhan baru yang dibangun oleh kabupaten / kota ;
4. Pemberian rekomendasi untuk :
a. Penetapan rencana induk pelabuhan laut internasional hub, internasional dan nasional ;
b. Penetapan lokasi pelabuhan umum dan pelabuhan khusus
c. Penetapan DLKr / DLKp pelabuhan laut internasional hub, internasional, nasional dan regional.
d. Penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.
5. Penetapan rencana induk pelabuhan khusus local, izin pengoperasian pelabuhan khusus lokal
6. Penetapan DLKr / DLKp pelabuhan lokal
7. Izin kegiatan pengerukan dan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan khusus lokal
8. Penetapan DUKS di pelabuhan lokal
9. Izin kegiatan pengerukan dan reklamasi di dalam DLKp/DLKr pelabuhan laut lokal ;
10. Penetapan pelayanan operasional 24 ( dua puluh empat ) jam pelabuhan laut lokal dan pelabuhan khusus lokal ;
11. Penetapan besaran tarif jas kepelabuhan pada pelabuhan lokal yang diselenggarakan oleh pemerintah kota
12. Penetapan keputusan pelaksanaan pengoperasian pelabuhan laut lokal;
13. Izin usaha perusahaan angkutan laut yang berdomisili dalam kota.
14. izin usaha pelayaran rakyat bagi perusahaan yang berdomisili dalam kota ;
15. Izin usaha Tally, bongkar muat dan ekspedisi (Freight Forwarder) di pelabuhan ;
16. Penetapan lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawasan dan alat pengamanan ( rambu- rambu), danau dan sungai lintas kota.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN BAB IV PENGUKURAN (PASAL 10 S/D 18)
Pasal 6
1. Pengukuran dilaksanakan atas permohonan dari pemilik atau yang dikuasakan dengan melampirkan :
a. Bukti kepemilikan berupa surat tukang, kontrak pembangunan, surat jual beli atau dokumen lain yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan dan
b. Gambar-gambar kapal yang di perlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran kapal
2. Pelaksanaan pengukuran kapal dapat dilakukan sejak kapal dalam proses pembangunan
BAB IV
PENGUKURAN KAPAL
Pasal 10
(1) Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kapal Negara yang digunakan untuk tugas-tugas pemerintahan.
(3) Atas permintaan pemilik, kapal yang tidak digunakan untuk berlayar dan kapal Negara yang digunakan untuk tugas Pemerintahan dapat diukur.
Pasal 11
(1) Pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode :
a. pengukuran dalam negeri;
b. pengukuran internasional;
c. pengukuran khusus.
(2) Metode pengukuran dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 m (dua puluh empat meter).
(3) Metode pengukuran internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang 24 m (dua puluh empat meter) atau lebih.
(4) Metode pengukuran khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu.
(5) Atas permintaan pemilik, pengukuran kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran internasional.
(6) Kapal yang telah diukur menurut metode pengukuran internasional tidak dibenarkan diukur ulang dengan metode pengukuran dalam negeri.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai metode pengukuran kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 12
(1) Pengukuran kapal dilaksanakan oleh pejabat Pemerintah yang telah memenuhi kualifikasi sebagai ahli ukur kapal.
(2) Pelaksanaan pengukuran kapal oleh ahli ukur kapal harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi ahli ukur kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Hasil pengukuran kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 disusun dalam daftar ukur kapal, untuk menetapkan ukuran dan tonase kapal.
(2) Jika dari perhitungan hasil pengukuran yang disusun dalam daftar ukur kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 (dua puluh meter kubik) yang setara dengan tonase kotor 7 (GT.7) atau lebih, terhadap kapal yang diukur diterbitkan surat ukur.
(3) Surat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan daftar ukur, penerbitan surat ukur dan pelimpahan penerbitan surat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 14
(1) Surat ukur berlaku untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
(2) Surat ukur tidak berlaku apabila kapal tidak dipergunakan lagi antara lain karena kapal :
a. ditutuh (scrapping);
b. tenggelam;
c. musnah;
d. terbakar; atau
e. dinyatakan hilang.
(3) Surat ukur yang dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibuktikan dengan surat keterangan dari Pejabat yang berwenang.
(4) Surat ukur dinyatakan batal apabila :
a. pengukuran dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 11; atau
b. diperoleh secara tidak sah dan/atau digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 15
Surat ukur baru sebagai pengganti surat ukur yang telah ada diterbitkan apabila :
a. nama kapal berubah;
b. surat ukur rusak, hilang atau musnah;
c. kapal diukur ulang karena surat ukur dinyatakan batal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4);
d. kapal diukur ulang karena adanya perubahan bangunan yang menyebabkan berubahnya rincian yang dicantumkan dalam surat ukur;
e. urat ukur sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 telah habis masa berlakunya.
Pasal 16
(1) Pada kapal yang telah diukur wajib dipasang tanda selar.
(2) Tanda selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik serta mudah dibaca.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan tanda selar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 17
(1) Pejabat perwakilan Republik Indonesia dapat menerbitkan surat ukur bagi kapal yang selesai dibangun atau kapal asing yang ganti bendera menjadi berbendera Indonesia di luar negeri.
(2) Surat ukur yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat sementara dan berlaku sampai kapal masuk ke salah satu pelabuhan di Indonesia atau dalam hal kapal tidak langsung masuk ke Indonesia paling lama berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan.
(3) Surat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh ahli ukur kapal atau badan klasifikasi yang diakui oleh Pemerintah di tempat kapal dibangun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan surat ukur oleh pejabat perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 18
(1) Pemilik atau operator atau nakhoda atau pemimpin kapal harus segera melaporkan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang menerbitkan surat ukur apabila terjadi perombakan atas sebuah kapal yang menyebabkan berubahnya rincian yang ada dalam surat ukur.
(2) Apabila terjadi perubahan atas sebuah kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus segera dilakukan pengukuran ulang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Pemilik, nakhoda atau pemimpin kapal dan pembangun kapal wajib membantu pelaksanaan pengukuran kapal.
KEPUTUSAN MENTERI NO. 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGUKURAN KAPAL
Pasal 6
1. Pengukuran dilaksanakan atas permohonan dari pemilik atau yang dikuasakan dengan melampirkan:
a. Bukti kepemilikan berupa surat tukang, kontrak pembangunan, surat jual beli atau dokumen lain yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan dan
b. Gambar-gambar kapal yang di perlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran kapal
2. Pelaksanaan pengukuran kapal dapat dilakukan sejak kapal dalam proses pembangunan
UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
Pasal 27
Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan warga negara Indonesia atau Badan Usaha wajib memiliki izin usaha.
Pasal 28
(1) Izin usaha angkutan laut diberikan oleh:
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi Badan Usaha yang berdomisili dalam wilayah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi Badan Usaha yang berdomisili dalam wilayah provinsi dan beroperasi pada lintas pelabuhan antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau
c. Menteri bagi Badan Usaha yang melakukan kegiatan pada lintas pelabuhan antarprovinsi dan internasional.
Pasal 155
1. Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri
2. Pengukuran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu:
a. pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter;
b. pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih; dan
c. pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu
3. Berdasarkan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
4. Surat Ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk.
Pasal 156
(1) Pada kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar.
(2) Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
Pasal 163
(1) Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
(2) Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :
a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih;
b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau
c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
DASAR HUKUM PENGUKURAN KAPAL PENERBITAN PAS KECIL KAPAL, SERTIFIKAT KESEMPURNAAN DIBAWAH GT 7 ( x < GT 7)
PAS KECIL KAPAL
1. UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
a. PASAL 155,156, 157 TENTANG PENGUKURAN
b. PASAL 163 PAS KECIL
2. PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN BAB IV PENGUKURAN (PASAL 10 S/D 18)
PERSYARATAN PENGUKURAN KAPAL UNTUK PENERBITAN PAS KAPAL
a. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN
b. KEPUTUSAN MENTERI NO. 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGUKURAN KAPAL PASAL 6
SERTIFIKAT KESEMPURNAAN
PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
IZIN USAHA ANGKUTAN LAUT
a. UU NO. 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN (PASAL 27 DAN 28)
b. PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
c. KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. 33 TAHUN 2001 TENTANG PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT
d. PERATURAN PEMERINTAH N0. 20 TAHUN 2010 BAB VII PERIZINAN
Kami menjual kapal tua untuk dibesituakan. Silahkan kirim email untuk minta data ke asr1008@yahoo.com.
BalasHapusAsriman.Com
Bagaimana dengan kapal speed boat kurang dari 7 GT memiliki photo kopy Pas kecil saat berlayar dan kapal tsb adalah kapal pesiar namun digunakan untuk mengangkut penumpang warga negara asing secara komersial, selain itu melebihi muatan dan melebihi jarak tempuh 60 mil. Mohon penjelasan dan pencerahan apakah saksi yg dikenakan dalam tindakan ini dan apakag Ksop dibenarkan untuk mengeluarkan SPB. Teri akasih
BalasHapus